Sambil ngopi di siang hari, ikut-ikutan ngopini soal Capres:
Melihat peta perpolitikan jelang Pilpres, ada tiga jagoan utama yang
sering disebut-sebut media sebagai Capres, yakni Jokowi, Prabowo dan
ARB. Banyak yang menganalisa, Jokowi akan unggul karena dua pesaingnya
yang kurang penggemar.
Jika demikian, biar seru ada tandingan
Jokowi, misalnya Anies Baswedan berpasangan dengan Mahfud MD, kedua
orang ini bisa diusung dari partai papan menengah, seperti PKB, PKS, PPP
dan PAN misalnya. Saya yakin Jokowi akan gerah, ketimbang dia melawan
Prabowo dan ARB. (baca: lebih seru ketimbang Jokowi hanya bersaing
dengan Prabowo dan ARB saja)...
Ayo Ngopi lagi....
Sayangnya, partai Islam di Indonesia tak menggubris ideolagi. Mereka hanya perang kekuasaan tanpa melihat pantas atau tidak, pas atau tidak, satu ideologi atau tidak. Inilah Politik Islam yang tak Islami.
Editorial
Koran Tempo (24/4) membahas mengenai dukungan Gubernur Jawa Barat, Aher terhadap
aliansi Nasional Anti Syiah. Jika benar Aher (Ahmad Heryawan) mendukung aliansi tersebut,
ada yang kurang tepat. Pasalnya, kebebasan beragama di Indonesia
dilindungi undang-undang, dan negara berkewajiban melindungi semua
pemeluk agama di negeri ini.
Jika, Aher sebagai peribadi tidak
sepakat dengan Syiah, itu boleh saja, tetapi ketika posisinya sebagai
Gubernur, maka ini jadi blunder. Bagaimana dengan kebebasan pemeluk
agama yang tertuan di UUD? ini semacam menghalalkan membasmi Syiah yang
berujung konflik. Padalah, sesatnya Syiah hanya menurut sebagaian orang,
dan itu menjadi kebebasan beragama. Dan ini soal 'KEPERCAYAAN'.
Soal Kepercayaan, tidak diperkenankan melakukan unsur paksaan. Seharusnya ini tidak pernah terjadi di negara yang menjunjung tinggi kebebasan beragama.